Kontributor Topik:
Mas Anto, Cibubur, 14 Mei 2009.
Penyiar: Dave Ameral.
Jika Ibu-Bapak kita beraga Islam, apakah kita terlahir dengan otomatis Islam?
Saya menggaris bawahi kata Islam ini. Islam sebagai ketundukan atau Islam sebagai identitas. Kalau Islam sebagai identitas maka jawabannya adalah iya. Tetapi kalau Islam dalam makna ketundukan makhluk kepada Sang Kholiq maka belum tentu. Ketundukan makhluk kepada Sang Kholiq disebut sebagai taslim. Jika Islam dilihat dari sudut pandang ini maka setiap makhluk itu taslim, karena dia tunduk kepada sunnatulloh Alloh swt.
Saya pernah punya sejarah dalam hidup saya, pada saat berumur 22 tahun baru muncul pertanyaan kenapa saya muslim? Siapa sebetulnya yang menghendaki saya ini muslim? Kenapa saya tidak Kritiani? Kenapa saya tidak Budhis? Setelah saya usut kebelakang, mengusut diri saya sendiri "Oo.. ternyata saya jadi muslim itu bukan karena saya sendiri, tapi karena pengaruh lingkungan saya, khususnya dari orang tua, kemudian keluarga, kemudian tetangga, teman, sekolah, juga karena dimasyarakat saya itu dekat sekali dengan mushola misalnya". Dari lingkungan itulah yang membentuk saya menjadi muslim. Saya membayangkan seandainya lingkungan saya yang kecil itu adalah lingkungan Kristiani, ya saya akan berindentitas agama Kristen, saya menjadi orang Kristiani.
Bagaimana untuk masuk Islam? Pikiran itu mulai berkejolak, mulai tarung itu dalam diri sendiri, kenapa.. apakah saya harus masuk Islam? Kalau saya harus masuk Islam maka harus alasannya jelas dong, sementara agama yang lain mengatakan benar, agama A mengatakan "Kami yang benar", agama B, C, D, E, F mengatakan "Kami yang benar". Kalau semua mengatakan benar, kalau saya harus mengambil dan masuk kesalah satunya, maka saya harus punya alasan yang pasti "Kenapa saya memilih ini?". Dalam proses itu akhirnya bagaimana mungkin saya memilih tanpa membanding? Tidak mungkin mungkin dong, tidak ada memilih yang sebelumnya tidak membading. Akhirnyakan harus perbandingan agama. Kemudian mungkinkah kita membanding kalau kita tidak memahami masing-masing objek yang akan kita banding? Tidak mungkin. memilih A atau memilih B, sedangkan kita baru tahu A dan belum tahu B, kemudian kita sudah memilih A, itu bukan namanya memilih. Memilih harus membanding, membading harus memahami objek banding dan mengukur dengan alat ukur yang sebading dengan objek bandingnya. Setelah ditemukan alasan-alasan spesifik, alasan-alasan utama "Oo..saya memilih ini karena ini punya keutamaan dibanding itu". Setelah itu baru waktu itu saya masuk Islam. Jadi jika orang tuanya muslim, apakah anaknya otomatis menjadi muslim? Kita harus bedakan dari dua sudut pandang, Islam dalam makna identitas atau dalam makna ketundukan makhluk kepada Sang Kholiq.
Mencari nafkah adalah bagian dari Perintah Tuhan. Manakala berbisnis dalam rangka melaksanakan perintah tersebut, maka bisnis bukan lagi sekedar menghasilkan uang, namun lebih dari itu, ketenteraman hati pun akan otomatis mengiringinya. Bisnis adalah salah satu medan penghambaan kita kepada Tuhan. Sedangkan laba atau rugi hanyalah sebuah konsekuensi logis sebagai akibat yang mengikutinya. Dengan demikian, sepanjang tujuan niat dan caranya benar, maka tidak ada kata gagal dalam bisnis kita. Ruginya baik, apalagi labanya. |