Kontributor Topik:
Mas Alex, Pamulang, 02 Juli 2009.
Penyiar: Dave Ameral.
Alloh Maha besar dan didalam Al-Qur'an dikatakan "Laisa kamitslihi syai'un", "Tidak bisa disamanakan dengan bentuk apapun". Kalau kita membandingkan atau menyatukan sesuatu antara Alloh dengan makhluk maka hukumnya adalah hukum syirik. Jadi tadi beberapa kali kata Siwo mengatakan kalau Alloh itu Maha. Saya mencoba menganalisis kalau Alloh Maha Besar, kalau Alloh menempati sesuatu, berarti sesuatu yang lebih besar, logika sederhananya adalah: Kalau gajah besar, berarti kadangnya lebih besar, jadi hukum "Maha besar" disitu bukan gajah tetapi kandangnya. Jadi disini hukum perbandingan hukum logika akal, kalau kita mengatakan Maha kepada Alloh menurut pemahaman saya ini adalah hukum syirik. Disini saya mencoba mensharingkan bagaimana pendapat dari analisis tersebut.
Jika kita perbandingkan Tuhan dengan gajah besar maka kita sudah terjebak dengan menjasadkan Tuhan. Yang dimaksud besar itu tidak sesempit yang Panjenengan batasi, banyak sekali makna-makna besar yang tidak bisa difahami hanya berdasarkan perbandingan dengan gajah besar. Kalau saya mengatakan bahwa "Pak Hamka itu orang besar" "Diponegoro adalah seorang pejuang besar" apakah berarti badan mereka besar? Tentu tidak kan. Saya punya batasan begini: "Allohu akbar" Alloh lebih besar dari apapun yang bisa difahami, Alloh itu lebih besar dari pemahaman yang difahami oleh para Rosul-Nya, karena nama besar-Nya tak terbatas, tidak bisa dibatasi oleh material dan spiritual.
Mencari nafkah adalah bagian dari Perintah Tuhan. Manakala berbisnis dalam rangka melaksanakan perintah tersebut, maka bisnis bukan lagi sekedar menghasilkan uang, namun lebih dari itu, ketenteraman hati pun akan otomatis mengiringinya. Bisnis adalah salah satu medan penghambaan kita kepada Tuhan. Sedangkan laba atau rugi hanyalah sebuah konsekuensi logis sebagai akibat yang mengikutinya. Dengan demikian, sepanjang tujuan niat dan caranya benar, maka tidak ada kata gagal dalam bisnis kita. Ruginya baik, apalagi labanya. |