Kontributor Topik:
Mas Saiful, Lebak Bulus, 02 April 2009.
Penyiar: Dave Ameral.
Saya tertarik pembahasan Siwo tadi tentang taqdir, yaitu tentang ukuran. Bahwa itu sudah mengarah ke suatu filsafat. Memang tidak mudah untuk memahami apa yang diterangkan oleh Siwo, kalau tidak memahami tentang filsafat arti dari pada taqdir itu, tapi saya tertarik sekali dengan apa yang diterangkan tadi, yaitu bagaimana syaratnya agar pemahaman-pemahaman taqdir, lalu penjelasan tentang agama itu sendiri tidak pada ego apa yang disampaikan oleh para penganut-penganut madzhab. Nah, disinilah bagaimana caranya kita dapat memahami ajaran-ajaran yang disampaikan Alloh kepada Rosulnya untuk dilaksanakan secara murni. Begitu, itu yang kami tanyakan. Terimakasih
Bagaimana kita bisa memahami kebenaran sesuai dengan yang dikehendaki Alloh dan Rosulnya? Itulah yang kita dambakan semua, para pencari dan perindu kebenaran. Saya punya formula, yaitu, mari kita taati kebenaran yang sudah kita fahami saat ini, sambil kita selalu membuka diri, membuka informasi untuk mencari kebenaran yang lebih tinggi. Kalau kita mentaati kebenaran yang sudah kita fahami sekarang, maka kita akan dibukakan pintu kebenaran yang lebih tinggi. Jadi bukan kita sendiri yang akan main di situ. Yang kita main sendiri adalah bagaimana saya mentaati kebenaran yang kita taati sekarang, Oh.. kalau kita berhasil di situ maka kita akan banyak bantuan-bantuan dari faktor X yang koneksitasnya dari Alloh swt. Mungkin melalui malaikat, mungkin melalui inspirasi-inspirasi. Sesiapa yang berjalan menuju Alloh, Alloh akan mendekati orang itu dengan berlari, begitu kan. Kalau kebenaran yang kita fahami sekarang pun kita tidak mau mentaatinya, bagaimana kita bisa mendapatkan kebenaran yang lebih bermutu dari itu. Iya. Kelas dua saja kita nggak lulus, bagaimana kita bisa naik kelas tiga. Ya, SMP saja kita nggak lulus, bagaimana kita ikut kuliah. Semacam begitulah kira-kira logika berfikirnya.
Jadi bagaimana kita memahami kebenaran? Kalau mau langsung sesuai dengan yang dikehendaki Alloh ya nggak bisa dong. harus bertahap, Harus berproses. Saya taati kebenaran yang saya fahami sekarang sambil mencari kebenaran yang lebih tinggi. Manakala saya mendapatkan kebenaran yang lebih tinggi maka saya berpindah kepada kebenaran yang lebih tinggi itu, sambil mencari kebenaran yang lebih tinggi lagi. Kalau saya dapatkan kebenaran yang lebih tinggi lagi, saya berpindah, saya merevisi diri saya yang kemarin, saya berpindah lagi kepada kebenaran yang lebih tinggi itu, sambil mencari kebenaran yang lebih tinggi lagi yang sekarang saya belum kuasai, yang saya belum fahami. Begitu seterusnya, maka kita akan semakin menapak kepada kebenaran yang semakin mendekati kebenaran yang dimaksudkan oleh Alloh dan Rosul-Nya. Kira-kira begitlah Pak, kalau mau instan kayaknya nggak bisa, karena itu masalah-masalah yang tidak sederhana.
Mencari nafkah adalah bagian dari Perintah Tuhan. Manakala berbisnis dalam rangka melaksanakan perintah tersebut, maka bisnis bukan lagi sekedar menghasilkan uang, namun lebih dari itu, ketenteraman hati pun akan otomatis mengiringinya. Bisnis adalah salah satu medan penghambaan kita kepada Tuhan. Sedangkan laba atau rugi hanyalah sebuah konsekuensi logis sebagai akibat yang mengikutinya. Dengan demikian, sepanjang tujuan niat dan caranya benar, maka tidak ada kata gagal dalam bisnis kita. Ruginya baik, apalagi labanya. |