Kontributor Topik:
Mbak Umi , Kebayoran Jakarta, 07 Mei 2009.
Penyiar: Dave Ameral.
Mau melanjutkan pertanyaan sebelum Umi tadi yang berfikiran tanpa menggunakan Al-Qur'an. Al-Qur'an yang seperti apa? Soalnya Siwo selalu mengatakan jangan mudah menggunakan ayat. Lha, ini yang sedang kita bahas bahwa Al-Quran itu adalah dasar dan petunjuk, bagaimana cara kita mensikapi, maksudnya mensikapi ataupun meneladani, mengamalkan alQur'an itu sendiri? Dengan koridor yang seperti apa kita memahami Al-Qur'an jika selalu Siwo mengatakan tidak mudah memahami ayat, jangan selalu dikaitkan dengan ayat, karena ayat itu terlalu tinggi.
Karena Al-Qur'an itu merupakan petunjuk, maka petunjuk itu akan kita fahami manakala kita membacanya tidak sekedar dengan mata fisik tetapi dengan mata fikir dan mata hati, itu disebut nanti mempelajari dan menghayati. Tapi kalau sekedar membaca lewat mata fisik maka tidak bisa menangkap makna-makna ayat Al-Qur'an. Kemudian tersistem, yang saya akan masukkan disini adalah sistem bagaimana mempelajarinya. Ini terkait dengan pertanyaan Mbak Umi di Kebayoran yang menanyakan tentang Al-Qur'an yang seperti apa? karena Siwo sering mengatakan bahwa jangan mudah menggunakan ayat-ayat. Jika kita tidak memenuhi syarat sebagai penafsir maka mari kita mempelajari Al-Qur'an itu dengan menggunakan jasa dan bantuan para ahli tafsir
Jadi, sebuah pertanyaan tentang bagaimana kita memahami dan mengamalkan Al-Qur'an kalau kita tidak boleh menggunakan ayat-ayat?, yang saya maksud ini terkaitkan dengan bagaimana mempelajari Al-Qur'an yang tersistem? Saya sebagai orang awam, saya membatasi diri untuk menafsiri karena saya tidak mengerti alat-alat untuk menafsiri ayat, saya belum memenuhi syarat sebagai seorang yang berwenang menafsiri ayat-ayat maka sistem yang saya pakai adalah saya manfaatkan pelajaran-pelajaran dari para penafsir. Saya tidak membaca kitab Al-Qur'an yang terjemahan, yang translate dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia tetapi saya menggunakan kitab tafsir, bukan yang terjemahan. Dengan menggunakan kitab tafsir kita sudah dibantu oleh orang-orang yang relevan untuk menyelam dibalik makna ayat-ayat.
Sebagai contoh ada sebuah ayat yang mengatakan "Innalloha yahdi man yasya' wa ydhillu man yasya' " yang artinya adalah "Sesungguhnya Alloh memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki dan Alloh menyesatkan kepada siapa yang dikehendaki" Jika kita masuk kepada penafsiran ayat tersebut tanpa mengetahui tentang kaidah-kaidah bahasa Arab yaitu tentang sastra arab, asbab nuzul, ayat muhkamat atau mutasyabih, makiah atau madaniah, 'am atau yang khos, dan lain-lain maka kita akan terjebak-jebak dalam menafsiri ayat tersebut. Jika kita menafsiri ayat tersebut hanya dari terjemahannya maka akan timbul penafsiran bahwa jika ada orang yang sesat maka Alloh yang menyesatkannya, dan jika ada orang yang baik maka Allohlah yang membuatnya baik. Jadi jika ada orang yang berbuat jahat maka sesungguhnya dia tidak bersalah karena Alloh yang menjadikannya demikian, dan jika ada orang yang baik maka tidak perlu dipuji karena Alloh yang menjadikannya baik. Dengan demikian maka kita tidak mempunyai peran apapun, kita hanya jadi wayang yang dalangnya adalah Alloh. Kita ingin menjjadi penjahat ya kalau ditentukan oleh Alloh, taqdir kita sudah ditulis jadi penjahat. Maka akhirnya baik dan buruk itu bukan prestasi kita, bukan sebab dari kita, semua sudah disutradarai, sutradaranya namanya sutradara Gusti Alloh. Itulah yang terjadi akibat saya mempelajari Al-Qur'an tanpa sistem. Ternyata untuk menafisiri ayat itu tidak mudah, apalagi kalau sudah dikaitkan dengan ayat-ayat yang mutasyabih. Alif lam mim, apa penafsiran dari ayat itu? Yaa sin, apa penafsiran dari ayat itu? Padahal semua ayat adalah petunjuk. Kalau mempelajari Al-Qur'an tanpa sistem maka sudah pasti dia akan terjebak kepada subjektifitasnya sendiri-sendiri. Jadi kalau dimaknakan seperti itu, saya sepakat dengan Mbak May, bahwa orang yang tidak tersistem didalam mempelajari Al-Qur'an maka pendapatnya itu akan cenderung tidak benar.
Lalu bagaimana cara kita memahami apalagi mengamalkan? Untuk memahami, mari kita belajar dengan mekanisme belajar yang relevan. Kalau kita bukan ahli tafsir maka jangan menafisri, nanti akan kacau. Kalau bukan tukang komputer kemudian kita mau memahami komputer tidak lewat ahli komputer maka kemungkinan nanti bisa sistemnya malah rusak. Jadi mari, mohon pengalaman-pengalaman yang saya alami ini, kejeglong-kejeglong, kejebak-jebak oleh subjektifitas saya sendiri itu, mudah-mudahan lewat sharing ini teman-teman semua bisa lebih berhati-hati, bisa lebih waspada. Jauh lebih efektif kita memahami Al-Qur'an dengan menggunakan bantuan para ahli tafsir.
Mencari nafkah adalah bagian dari Perintah Tuhan. Manakala berbisnis dalam rangka melaksanakan perintah tersebut, maka bisnis bukan lagi sekedar menghasilkan uang, namun lebih dari itu, ketenteraman hati pun akan otomatis mengiringinya. Bisnis adalah salah satu medan penghambaan kita kepada Tuhan. Sedangkan laba atau rugi hanyalah sebuah konsekuensi logis sebagai akibat yang mengikutinya. Dengan demikian, sepanjang tujuan niat dan caranya benar, maka tidak ada kata gagal dalam bisnis kita. Ruginya baik, apalagi labanya. |