Kontributor Topik:
Mas Steven, Tomang, 11 Juni 2009.
Penyiar: Dave Ameral.
Saya ingin menanyakan tentang keterkaitan kita sebagai seorang makhluk Tuhan dan juga sebagai seorang warga negara. Sebagai contoh, saya mendapatkan dwi kewarga negaraan, juga saya diakui sebagai warga negara Amerika Serikat. Yang saya ingin pertanyakan begini Siwo, dalam sistem konstitusi Amerika bahwa Amerika itu menyatakan negaranya sebagai law of law. Artinya disini bahwa Amerika meiliki dua asas, yang pertama Supremasi before the law, artinya bahwa negara itu tidak dapat dituntut tapi negara dapat menuntut kita sebagai warga negara, dan disini yang diutamakan adalah kedaulatan hukum sesuai dengan teori-teori kedaulatan hukum. Yang kedua adalah mengenai Ecority before the law, jadi kita dihadapan hukum dianggap sama bahwa kita sederajat tanpa memandang siapa kita atau darimana jabatan kita. Yang ingin saya pertanyakan Siwo, tentang adanya misalnya ada beberapa teori tentang kedaulatan negara itu ada teori tentang kekuasaan, ada teori tentang kekuatan dan juga ada teori tentang kekuasaan Tuhan. Yang saya ingin dengar pendapat dari Siwo, menurut Siwo sejauh mana kedaulatan Tuhan itu ada dalam sebuah negara?
Beliau memberikan pengantar keterkaitan antara seseorang yang berposisi sebagai makhluk dan berposisi sebagai warga negara. Kemudian Beliau sedikit cerita tentang dua point terkait dengan kewarga-negaraan yang dikaitkan dengan negara Amerika. Kemudian juga dikaitkan dengan adanya teori kenegaraan, ada negara kekuasaan, ada negara kedaulatan Tuhan. Dengan pengantar itu diajukanlah sebuah pertanyaan, sejauh mana kedaulatan Tuhan dalam sebuah negara?.
Ada dua hal yang perlu digaris bawahi, yaitu tentang kedaulatan Tuhan dan tentang negara. Tentang kedaulatan Tuhan. Tuhan berdaulat itu berarti kita mendudukkan Tuhan sebagai pusat ketaatan. Dalam ajaran-ajaran agama, semua larangan dan perintah itu merupakah bentuk kedaulatan Tuhan. Saya melakukan takdzim kepada orang tua bukan semata-mata hubungan antara anak terhadap orang tua, tetapi karena Tuhan memerintahkan anak harus takdzim kepada orang tua tanpa reserve, baik orang tua itu pada posisi benar atau pada posisi salah. Pada saat saya melakukan bisnis, kerena saya seorang suami yang punya kewajiban menurut perintah Tuhan untuk menafkahi anak dan istri, maka saya berbisnis bukan semata-mata hubungan saya melakukan ikhtiar saya untuk mencari uang, tetapi primernya adalah karena itu perintah Tuhan terhadap saya. Maka didalam bisnis saya itu Tuhan berdaulat didalam bisnis saya.
Negara sebagaimana yang saya tahu adalah sebuah sistem pengelolaan terhadap rakyat yang mensepakati atas sistem itu. Jadi negara itu ada berdasarkan kesepakatan masyarakat yang ada didalamnya yang masyarakat itu disebut sebagai rakyat. Jika dalam kesepakatan pembentukan dasar negara didasarkan pada kedaulatan Tuhan, maka seluruh masyarakat bangsa itu tidak bisa dipisahkan antara ia sebagai makhluk Tuhan dan ia yang sebagai pribadi dan bangsa. Maka dengan demikian Tuhan berdaulat penuh atas negara itu dan pribadi-pribadi didalamnya.
Saya tidak tahu persis bagaimana di Amerika tentang keterkaitan kedaulatan Tuhan terhadap sebuah negara. Tetapi saya tahu persis sebagai bangsa Indonesia. Dengan sangat jelasa dalam UUD 1945 tertulis "... atas berkat rahmat Alloh yang Maha Kuasa ..." dan dalam Pancasila sila yang pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka sangat-sangat jelas, sangat pasti bahwa para perumus dasar negara Indonesia benar-benar mendudukkan bahwa Tuhan berdaulat disini. Soal bagaimanakah sejarah tahapan kehidupan peradaban kebangsaan sejak diproklamasikan hingga saat ini apakah diaplikasikan atau dilupakan?. Kita bisa cermati. Apakah kita pribadi bangsa Indonesia? Atau kita pribadi bangsa yang lain?. Kalau kita sebagai pribadi bangsa Indonesia, maka kita akan membangun diri kita masing-masing diatas dasar-dasar negara itu. Kalau kita sudah memahami, atau menyepakati bahwa negara ini dibentuk berdasarkan kesepakatan seluruh masyarakat bangsa yang berdasarkan kepada Pancasila, yang sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka kita sebagai individu, sebagai bangsa, sebagai warga dan sebagai makhluk Tuhan menyatu disitu. Kemudian Bagaimanahubungannya dengan negara lain? Sudah dirumuskan "... Bahwa penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan ...". Penjajahan dalam bentuk apapun.
Jika pertanyaannya adalah sejauh manakah kedaulatan Tuhan dalam bangsa Indonesia? Sejauh kita memahami Pancasila dan sejauh kita mampu mempraktekkannya dalam kehidupan keberagamaan kita. Sehingga dari Ketuhanan Yang Maha Esa, kemudian akan berdiri bangunan-bangunan diatas ketuhanan itu adalah terjadinya manusia-manusia yang adil dan beradab. Apapun agamanya, apapun sukunya, apapun rasnya, apapun perbedaan pendapatnya, kita punya janji, kita punya kesepakatan dan janji itu akan diminta pertanggungjawabannya bahwa kita mempunyai dasar sila ketiga Persatuan Indonesia. Turun kepada sistim demokrasi "Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan". Yang pertama bangsa ini sesuai janji dasar negara kita adalah dipimpin oleh hikmah, bukan orang. Dipimpin oleh hikmah, bukan sekedar penguasa. Terjadinya permusyawatan orang-orang yang didaulat oleh Tuhan yang merupakan teladan manusia yang adil dan beradab, yang kemudian dia bermusyawarah berdasarkan hikmah dan kebijaksanaan, sehingga terbentuklah sistem perwakilan yang mempunyai amanat menjunjung tinggi hikmah dan kebijaksanaan untuk mengatur bangsa dan persatuan Indonesia dalam rangka mencapai keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Tetapi manakala kita mengatakan bahwa kemerdekaan ini adalah rahmat Alloh yang Maha Kuasa tetapi kita mengisi kehidupan berkebangsaan tidak dengan ketuhanan, maka kita telah mengeluarkan diri kita dari negara kita sendiri, kita sudah menjadi bangsa yang asing di negara sendiri, maka terjadilah terjadilah penjajahan oleh bangsa sendiri.
Akan berbeda kalau kita melihatnya dari atas kebawah, melihat dari prespektif Tuhan kepada makhluk dengan sedikit pendekatan hukum sunnatulloh. Dengan sebab dan akibat, siapakah yang berdaulat dan siapakah yang didaulat? Pasti bahwa akibatlah yang bergantung kepada sebab dan sebab pasti berdaulat terhadap akibat, karena akibat tidak pernah ada sebelum sebabnya ada dan akibat selalu didominasi oleh sebabnya. Kalau dilihat dari atas kebawah, seluruh yang ada sebagai makhluk ciptaan Tuhan maka harus mendudukkan Tuhan sebagai pusat kedaulatan. Kalau tidak maka akan terjadi kemelencengan-kemelencengan, akan terjadi penurunan-penurunan nilai, akan terjadi penurunan-penurunan ketertiban, akan terjadi penurunan-penurunan keadilan, akan terjadi penurunan-penurunan kebahagiaan, akan terjadi ketidak-tertiban, akan terjadi kekacauan, akan terjadi ketak-amanan, akan terjadi bencana-bencana, bentrok sosial, chaos, dll. Sejauh manakah keberdaulatan Tuhan didalam sebuah negara? Sejauh kedirian akibat pada masing-masingnya.Setiap manusia adalah ciptaan Tuhan, dia harus sepenuhnya memposisikan Tuhan sebagai sumber kedaulatan.
Sedikit mengkait tentang masalah hukum negara. Hukum yang dibuat oleh sebuah bangsa adalah dibuat dalam rangka mengatur tata tertib dalam bernegara berbangsa. Kekuatan hukum itu merupakan kekuatan kesepakatan bangsa dan merupakan sebuah perjanjian kebangsaan. Maka hukum apapun yang ada dalam negara itu perlu ditaati oleh bangsanya. Karena yang membentuk hukum itu adalah lembaga-lembaga hukum, maka rakyat harus sangat hati-hati untuk memilih person-person siapa yang akan diwakilkan untuk membentuk membentuk dan mengurus hukum. Tetapi berdasarkan apakah hukum itu dibuat? Merujuk kemanakah hukum itu dibuat?. Jika dikaitkan dengan hukum yang berdasarkan kedaulatan Tuhan, maka nanti ada yang disebut dengan hukum Tuhan. Dan hukum Tuhan semestinya dijadikan rujukan berdasarkan atas ketergantungan kita sebagai akibat terhadap Tuhan sebagai sebab mutlak. Tetapi anehnya hal ini sepertinya tidak diperhatikan, karena mungkin dengan adanya anggapan bahwa negara ini bukanlah negara agama, padahal sila pertama dalam dasar negara Indonesia adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.
Mencari nafkah adalah bagian dari Perintah Tuhan. Manakala berbisnis dalam rangka melaksanakan perintah tersebut, maka bisnis bukan lagi sekedar menghasilkan uang, namun lebih dari itu, ketenteraman hati pun akan otomatis mengiringinya. Bisnis adalah salah satu medan penghambaan kita kepada Tuhan. Sedangkan laba atau rugi hanyalah sebuah konsekuensi logis sebagai akibat yang mengikutinya. Dengan demikian, sepanjang tujuan niat dan caranya benar, maka tidak ada kata gagal dalam bisnis kita. Ruginya baik, apalagi labanya. |