Kontributor Topik:
Mas Saiful, Lebak Bulus, 11 Juni 2009.
Penyiar: Dave Ameral.
Apakah bisa penerapan-penerapan auturan-aturan hukum itu dibuat bersumber pada satu ajaran? Dan sampai kapan itu bisa diterapkan pada sumbernya?
Negara kita adalah negara yang Bhineka Tunggal Ika, dan didalamnya terdapat beberapa agama, maka tidak mungkin jika hanya menjadikan salah satunya sebagai rujukan. Dan reverensi hukum yang berasal dari hukum Tuhan harus direpresentasikan oleh orang yang kompeten dibidangnya, sehingga rujukan itu bisa diterima sebagaimana rujukan yang diambil dari negara lain. Maksunya adalah semakin banyak rujukan yang dipakai dalam merumuskan sebuah rancangan undang-undang akan semakin lebih baik, apalagi rujukan yang hukum yang dipakai terkait dengan hukum Tuhan. Maka semestinya tidak perlu tabu membawa kitab suci kedalam majelis legeslatif, baik Tripitaka, Wedha, Injil, Al-Qur'an, dsb. Tapi jika hanya mendudukkan agama mayoritas saja sebagai rujukan, maka yang terjadi adalah hegemoni mayoritas, sedangkan negara kita adalah negara yang plural, negara yang Bhineka Tunggal Ika. Kita mempunyai formula Persatuan Indonesia.
Mencari nafkah adalah bagian dari Perintah Tuhan. Manakala berbisnis dalam rangka melaksanakan perintah tersebut, maka bisnis bukan lagi sekedar menghasilkan uang, namun lebih dari itu, ketenteraman hati pun akan otomatis mengiringinya. Bisnis adalah salah satu medan penghambaan kita kepada Tuhan. Sedangkan laba atau rugi hanyalah sebuah konsekuensi logis sebagai akibat yang mengikutinya. Dengan demikian, sepanjang tujuan niat dan caranya benar, maka tidak ada kata gagal dalam bisnis kita. Ruginya baik, apalagi labanya. |