Mencari nafkah adalah bagian dari Perintah Tuhan. Manakala berbisnis dalam rangka melaksanakan perintah tersebut, maka bisnis bukan lagi sekedar menghasilkan uang, namun lebih dari itu, ketenteraman hati pun akan otomatis mengiringinya. Bisnis adalah salah satu medan penghambaan kita kepada Tuhan. Sedangkan laba atau rugi hanyalah sebuah konsekuensi logis sebagai akibat yang mengikutinya. Dengan demikian, sepanjang tujuan niat dan caranya benar, maka tidak ada kata gagal dalam bisnis kita. Ruginya baik, apalagi labanya.

AQL BEKERJA UNTUK MENEMUKAN PENUNTUNNYA

Kontributor Topik:
Mas Eko, Tangerang, 19 Maret 2009.
Penyiar: Jasson Blue.

Tertarik dengan topik yang awal tadi Siwo, masalah nafsu dan lain sebagainya tadi. Kalau dulu ada pemahaman bahwa nafsu harus selalu diperangi, tapi suatu ketika ada pemahaman lain atau perubahan pemahaman bahwa nafsu adalah suatu anugrah yang sebegitu besarnya dari Alloh yang diberikan kepada kita, dalam arti karena nafsu atau efek dari nafsu sehingga kita bisa menemukan atau mengelola sang aql sehingga aql bisa menemukan penuntunnya untuk menuju yang benar. Jadi dalam arti ada pemahaman bagaimana mengenai pemahaman bahwa aql itu suatu anugrah yang begitu besar karena aql juga dan karena nafsu juga kita bisa ketemu atau kita bisa mengelola aql dengan sebaik mungkin, gitu Siwo. Jadi kesimpulannya bahwa nafsu itu suatu pendorong untuk menemukan aql sehingga aql bisa bekerja untuk menemukan penuntunnya untuk menuju sang benar atau yang benar, begitu Siwo. Bagaimana tentang pemahaman seperti itu Siwo?



Semua yang ada pada diri kita itu tidak bisa lagi diperbantahkan bahwa semua adalah anugrah. Semua yang ada dalam diri kita, bahkan yang ada di luar diri kita, yang kita sudah tahu dan yang kita belum tahu semua itu adalah anugrah dari Alloh, anugrah dari Tuhan, itu semuanya adalah rahmat, itu semuanya adalah karunia, tinggal bagaimana kita memfungsikan masing-masingnya.

Nurani atau aql itu adalah unsur di dalam diri kita yang unsur-unsurnya dari atas. Sementara kalau nafs atau nafsu itu dia tumbuh unsur-unsurnya dari bawah. Ada istilah bahwa nurani itu dari langit, unsur langit yang ada dalam diri kita. Sementara nafsu itu adalah unsur bumi yang ada di dalam diri kita, sehingga nafsu selalu mengajak kita untuk terkapar di bumi, sementara nurani kita mengajak terbang ke langit. Dua unsur ini tentu kedua-duanya adalah anugrah, meskipun masing-masing bebeda kedirian dan kefungsiannya. Nah, bagaimana kita memenej anugrah nafs ini?.

Pada awal kemunculannya nafs itu selalu egois dan liar, seperti binatang. Dia semaunya sendiri, yang penting aku suka, yang penting aku senang. Tetapi nanti ada nafsu, yang jika sudah di taklukkan oleh aql-nya, oleh nuraninya, dan dikendalikan oleh aqlnya, dia akan dikenalkan dengan nilai-nilai kebenaran, sehingga nafsunya bisa menyenangi kebenaran-kebenaran, dia bisa asyik dengan kebenaran-kebenaran, dia bisa punya hobi dengan kebenaran-kebenaran, melalui perjuangan yang disebut sebagai "Jihadul akbar" atau "Jihadun nafs".

Di balik nafs itu adalah egoisme dan iblis. Dengan apa kita bisa memerangi nafs? Dengan nurani, karena di balik nurani ada malaikat. Kalau jihad ini belum tuntas, maka iblislah yang akan lebih banyak memandu pada saat kita jihad keluar. Kalau mau tahu perang yang paling besar ya ini, karena yang kita tundukkan adalah diri kita sendiri yang kita cintai.

Pada saat seseorang sudah bisa mengalahkan nafsu hayawaninya, kemudian nafsnya itu di didik oleh aql-nya, di didik oleh nuraninya, dikenalkan kepada peradaban-peradaban kemanusiaan, dikenalkan kepada peradaban-peradaban kewajiban asasai, dan hak-hak asasai kemanusiaan, pada saat nafsnya sudah mempunyai peradaban yang semakin elegan, maka dia naik bukan lagi sebagai nafs hayawani tetapi sudah sebagai nafs insani. Nah, dia sudah bisa bekerjasama, dia sudah tidak liar lagi, dia sudah tidak "semau gue" lagi, tetapi dia dibatasi oleh nilai-nilai, norma-norma, kebenaran-kebenaran, dan oleh nuansa-nuansa ketuhanan. Jadi nafsnya naik. Nah, ini nafsnya akan menjadi anugrah yang sangat luar biasa. Apakah masih bisa di naikkan lagi? Tentu masih bisa.

Kalau nuraninya semakin cemerlang, kalau malaikat-malikat sudah mengerumuni menjadi pasukan pendamping nurani ini, kemudian meneruskan mendidik nafsunya, maka nafsnya bisa naik lagi sampai kepada tingkat yang disebut dengan Nafsul Malakuti. Nafsnya bagaikan malaikat. Apa to malaikat itu? Salah satu ciri kedirian malaikat adalah dia tidak lagi memenej dirinya tetapi managemen dirinya diserahkan kepada managemen Kehendak Tuhan. Dia tak lagi punya keinginan keculai keinginan yang diinginkan oleh Tuhan. Sehingga dia menjadi "Tajalliyat Ilaiyyah", dia menjadi pengejawantahan sifat-sifat Tuhan, dia menjadi tangan-tangan Tuhan, dia menjadi perintah-perintah Tuhan, dia menjadi firman-firman Tuhan. Nurani dengan nafsny sudah menyatu, apa yang disenangi oleh nurani juga disenangi oleh nafsnya, apa yang dibenci oleh nurani juga di benci oleh nafsnya. Jadi sudah satu suara, konon orang yang seperti itu disebut manusia yang utuh.

Ya, kurang lebih seperti itu mas Eko. Bahwa nafs tidak akan mampu dididik kecuali oleh nurani. Jadi kalau tadi ada istilah panjenengan bahwa "bahkan nafs yang sebagai anugrah itu dia bisa mengelola aql untuk menemukan Tuhannya".. itu kebalik menurut saya. Tapi nggak apa-apa to kalau kita beda. Kta beda nggak apa-apa, yang penting kita berproses terus, toh nanti pada kebenaran spiritual kita akan bertemu.

Kalau dalam kebenaran rasional, kebenaran persepsional kita masih berbeda itu logis, itu sebuah keniscayaan mesti begitu, karena sumber informasi antara saya dan panjenengan berbeda, daya serap saya dengan mas Eko berbeda, situasi kondisi dan background latar belakang kita masing-masing berbeda, semangat dan keikhlasan kita masing-masing juga berbeda, sehingga akan membentuk suatu mekanisme berfikir yang berbeda dan akan menjadikan sebuah kesimpulan yang berbeda, meskipun terhadap sebuah ayat yang sama. Itulah keterbatasan kebenaran rasional. Jadi yaa.. bagaimana kita bisa mengatakan menolak pluralisme, wee.. hebat ini ada fatwa "plularisme harom", kayaknya tergesa-gesa deh. Plularisme itu sebuah kemestian, keniscayaan. Nah, kalau ingin tidak pluralisme, yuk kita masuk ke dunia spiritual. Nah, disana kayaknya pluralisme akan semakin tipis karena semuanya akan lebih mudah menyatu dan bermuara kepada yang Maha Tunggal, kepada yang Maha Esa.

Begitu kayaknya. Jadi kita berbeda nggak apa-apa kok mas Eko, yang penting kita selalu tetap memenej nafsu kita, waspadai nafsu kita, kita waspadai niat kita jangan sampai ada niat yang buruk. Segera berhenti setiap ada niat yang buruk, kita waspadai niat itu, daripada kita meneruskan niat itu, karena niat yang buruk akan mengeluarkan energi yang buruk di sekitar kita dan di dalam diri kita.

Nah, kurang lebih itu yang bisa saya sharingkan. Aql-lah yang akan mampu mendidik nafs, sehingga nafs itu bisa naik maqomnya sehingga bisa menjadikan manusia yang merupakan gabungan dari nurani dan nafsnya menjadi insan malakut, insan malaikat, manusia tetapi mutunya adalah mutu malaikat. Wah.. hehe. Ahh baru bisa mimpi.

Andai diantara teman-teman ada yang hendak sharing, mengkritisi atau mempertanyakan, silahkan call langsung ke 0817449295 (proXL) pada jam 10-12 WIB siang/malam. Mohon dimaafi, Email dan SMS kami nonaktifkan, karena tidak mampu melayani. (salam kami: siwo salatiga).
Bagi yang berkenan untuk SHARE ke FB, Tweeter, dll, dipersilahkan. Semoga berkah.