Mencari nafkah adalah bagian dari Perintah Tuhan. Manakala berbisnis dalam rangka melaksanakan perintah tersebut, maka bisnis bukan lagi sekedar menghasilkan uang, namun lebih dari itu, ketenteraman hati pun akan otomatis mengiringinya. Bisnis adalah salah satu medan penghambaan kita kepada Tuhan. Sedangkan laba atau rugi hanyalah sebuah konsekuensi logis sebagai akibat yang mengikutinya. Dengan demikian, sepanjang tujuan niat dan caranya benar, maka tidak ada kata gagal dalam bisnis kita. Ruginya baik, apalagi labanya.

AGAR HUKUM ISLAM MENJADI KONVENSI INTERNASIONAL?

Kontributor Topik:
Mas Steven, Tomang, 07 Mei 2009.
Penyiar: Dave Ameral.

Melanjutkan tentang hal yang minggu lalu mengenai masalah keberlakuan hukum Islam dalam hukum internasional. Jadi ada dua hal yang ingin saya sampaikan, mengapa saya mencoba memberikan secara normatif. Bagaimana seandainya jika hukum Islam itu dapat berlaku dalam hukum internasional. Pertama berkaitan dengan diri saya bahwa saya adalah seorang manusia yang dilahirkan bukan disebuah negara Islam, mayoritas Islam maksud saya, tetapi di Indonesia. Kemudian saya mencari. Sempat saya menjadi seorang Katholik bahkan langsung berhubungan langsung di bawah Vatikan. Kemudian berikutnya saya berhenti menjadi seorang Katolik dab saya mempelajari teologi ketuhanan secara umum di Amerika. Di situ pun tetap saya merasa tidak puas, hingga akhirnya saya menemukan Islam disana. Kemudian status saya sekarang adalah sebagai seorang diplomat dari salah satu lembaga United Nation. Karena saya seorang praktisi Bapak Siwo, yang merupakan anggota dari United Nation secara langsung saya menggunakan hukum internasional dan untuk itulah saya mengetahui kesalahan-kesalahan yang ada dalam hukum internasional. Misalnya Pak Siwo, dalam United Nation for Sie Convention didalam pasal 100 hingga 107 mengenai bajak laut, disitu dikatakan bahwa setiap negara diwajibkan untuk membasmi bajak laut yang ada di laut bebas dan yang ada di laut manapun. Tapi masalahnya ketika misalnya kita lihat contoh beberapa waktu yang lalu ketika kapal kapal perombak Somalia berada di Belanda, Belanda tidak mau melakukan penegasan hukum di wilayahnya dengan alasan definisi perompak di Somalia perompak di Belanda itu berbeda. Alasan yang kedua kenapa hukum Islam itu harus diberlakukan dalam hukum internasional, pertama tadi karena adanya kesalahan-kesalahan dalam masalah definisi. Kemudian yang kedua yang saya permasalahkan dari pernyataan Pak Siwo yang lalu, memang Islam yang mana yang mana yang dipertanyakan, benar sekali. Yang ingin saya inginkan Pak Siwo, bagaimana menurut Pak Siwo gambaran Islam masa sekarang? Karena Islam masa sekarang ini cenderung beda dengan bagaimana umat Katholik di Vatikan, bagaimana Vatikan dalam hukumnya bisa menjadi salah satu subjek internasioanal. Jadi bagaimana kiat-kiat Pak Siwo agar misalnya al-ahkam al-sulthoniah ini bisa disejajarkan seperti halnya konvensi-konvensi yang ada di dunia serta hukum kanonik Gereja Katholik?




Jika kita mau berupaya agar hukum-hukum Islam itu mempunyai peran didalam hukum internasional, masalah pertama yang perlu kita pecahkan adalah Islam yang mana?. Kemudian yang keduaadalah seandainya kita sudah menemukan Islam yang dimaksudkan oleh Alloh dan Rosulnya, semua kelompok-kelompok, madzhab-madzhab itu sudah meluruhkan kepentingan ego, kepentingan komunitas, kepentingan madzhabnya dan lebih menjunjung kebenaran yang dimaksudkan oleh Alloh dan Rosulnya. Kemudian saya ditanya bagaimana kiat saya seandainya saya seseorang yang relevan untuk memperjuangkan agar hukum Islam itu bisa disejajarkan dengan hukum-hukum dan konvensi internasional yang lain dan dia menjadi standar hukum internasional maka hanya satu yang akan saya lakukan yaitu saya akan konsisten terhadap kebenaran itu, dan saya akan kemas kebenaran itu dengan penuh keindahan pribadi, dengan penuh keindahan kedamaian, dengan penuh keindahan solidaritas, sampai kebenaran itu sendiri diakui secara alamiah oleh masyarakat setahap demi setahap. Pada saat semakin besar seseorang bisa menerima keindahan kebenaran itu, maka otomatis dia akan secara sosiologis, bertahap, akan terjadilah konvensi-konvensi yang menyepakati kebenaran itu sebagai standar hukum dikalangan yang sudah bisa menerima keindahan kebenaran tersebut.

Sebagaimana yang dicotohkan oleh Nabiyulloh Muhammad saww, meskipun Beliau sama sekali tidak menuju sebuah kekuasaan, tidak mentargetkan sebuah wilayah kekuasaan, tidak mentargetkan standarisasi hukum dimasyarakatnya, tetapi kemudian setahap demi setahap, setapak demi setapak akan terbentuk konvensi di masyarakat. Dengan contoh tersebut maka kita harus mulai dari diri kita masing-masing. Jika yang demikian itu terus dipertahankan kemudian bisa dibaca oleh keluarga yang lebih besar, kakak-kakak, adik-adik, maka ruang terjadinya konvensi itu akan melebar tanpa dipaksa, tanpa diperintah.

Tokoh-tokok kebenaran, utusan-utusan kebenaran, figur-figur kebenaran, yang selalu meraka bangun adalah kebenaran yang ada dalam dirinya dan dia selalu komitmen dengan kebenaran itu, dia pertahankan, dia disiplin terhadap kebenaran itu, dan dia selalu komitmen terhadap kebenaran itu sampai kebenaran itu diterima masyarakat atau ditolak. Apapun akibatnya itu hanyalah akibat, mau terjadi kekuasaan atau tidak, mau terjadi hukum itu menjadi standar masyarakat atau tidak, itu hanya akibat. Tapi cara, jalan yang ditempuh oleh dua figur ini, misalnya yang kita angkat dalam kasus ini sebagai contoh adalah Nabiyulloh Isa dan Nabiyulloh Muhammad, kedua-duanya menggunakan cara yang sama meskipun akibatnya berbeda karena masyarakatnya berbeda.

Andai diantara teman-teman ada yang hendak sharing, mengkritisi atau mempertanyakan, silahkan call langsung ke 0817449295 (proXL) pada jam 10-12 WIB siang/malam. Mohon dimaafi, Email dan SMS kami nonaktifkan, karena tidak mampu melayani. (salam kami: siwo salatiga).
Bagi yang berkenan untuk SHARE ke FB, Tweeter, dll, dipersilahkan. Semoga berkah.